Jumat, 01 Maret 2019


UDANG KETAK...
UDANG TERLEZAT DARI LAUT...

Saya pernah makan udang, dari udang rebon yang halus, udang ebi, udang windu, udang dogol, udang galah hingga lobster besar. Tapi rasanya biasa saja, ya rasa udang gitu, malah kadang banyak yang rasanya tawar, mungkin karena sudah lama dan kena es, alias sudah tidak segar lagi..hehe
Setelah merasakan telur renjong yang bukan main enaknya, saya berkesempatan mencicipi udang segar dari jenis yang belum pernah saya cicipi, kata tuan rumah namanya udang ketak.
Saya fikir paling juga tidak jauh beda dengam rasa udang jenis lainnya, hanya saja kenapa harganya kok bisa mahal ? Satu ekor bisa berharga antara 30 ribu hingga seratusan ribu rupiah tergantung pada ukurannya.
Terhidang di depan saya udang ketak dalam jumlah sepuluhan ekor. Udang pertama saya ambil dan saya kupas kulitnya, ternyata tajam dan melukai jari saya. Waah...belum apa-apa sudah luka, terfikir rasa enggan untuk menyantapnya banyak-banyak.
Walau terluka, saya coba lanjutkan menyantapnya, Waaww...fantastic..! rasanya bukan seperti udang biasa yang saya makan, lebih seperti paduan antara rasa udang dan sotong atau cumi, ada gurihnya, ada manisnya, ada kenyalnya dan ada rasa bercampurnya rasa udang dan cumi. Ini udang terlezat yang pernah saya nikmati.
Tak lagi terasa luka dijari, yang ada udang berikutnya mulai dikupas dan berturut-turut menari di lidah. Enam atau tujuh ekor habis saya santap sebelum kemudian bertanya berapa harga perekornya. Sambil tersenyum pak Ibrahim menjawab untuk ukuran udang yang saya makan sekitar 30 ribu per ekor.
Sontak saya hentikan sejenak acara makan saya sambil dalam hati menghitung tujuh ekor kali 30 ribu... Hehe sepiring nasi saya ternyata bernilai 210 ribu rupiah...
Keheningan tak berlangsung lama, acara kupas udang berlanjut sampai semua ludes, setelah itu....lanjut ngopi di beranda depan.


Telur Renjong

Dalam salah satu perjalanan saya mendampingi pelaku-pelaku usaha mikro kecil di desa, saya bertemu dengan seorang pelaku usaha renjong di desa padang tikar kecamatan batu ampar kabupaten kubu raya. Selintas tak ada yang aneh dengan segala hal yang saya lihat dan rasakan seperti melihat proses pengolahan rajungan atau renjong dari jala tangkapan nelayan, penyimpanan, perebusan hingga pengambilan daging renjong tersebut untuk kemudian dikemas.
Saya juga dijamu makan renjong yang direbus mereka, juga udang sebagai menu lainnya. Kemudian ada satu lagi makanan yg disajikan yang belum pernah saya cicipi, kata tuan rumah ini telur renjong yang direbus dan hanya diberi sedikit garam.
Saya mencoba mencicipi sedikit telur tersebut, saat masuk ke dalam mulut dan mulai mengunyah, saya merasakan suatu rasa yang sulit saya gambarkan dengan pas. Suatu rasa yang sangat berbeda namun seketika meletakkan posisi makanan ini pada posisi teratas dalam hal kelezatan.
Suatu rasa yang belum pernah saya nikmati karena memang langka dan tak mudah ditemui, bahkan di tempat pak Ibrahim sendiri selaku tuan rumahpun telur renjong ini tak dijadikan produk jualan, bagi mereka bukan hal istimewa karena tersedia setiap hari. Tapi bagi saya inilah makan paling enak sedunia.


Jumat, 18 Oktober 2013

MENCETAK WIRAUSAHA BARU UNTUK NEGERI INI (Wawancara dengan Majalah Kiastra)

Salah satu faktor kunci menuju percepatan pembangunan adalah hadirnya pelaku-pelaku usaha yang tangguh. Malahan, inilah faktor terpenting dari semua faktor penentu. Sejumlah negara di dunia telah membuktikan hal tersebut. Contoh klasik kita adalah negara tetangga Indonesia terdekat, yaitu Singapura. Negara ini telah berhasil mencapai tingkat kemajuan ekonomi yang spektakuler sebagaimana tercermin dari besarnya GDP (produk domestik bruto) per kapita. Menurut data IMF, GDP (PPP) per kapita Singapura pada tahun 2012 telah mencapai sekitar US$60,000 atau tertinggi di ASEAN dan tertinggi ketiga di dunia di bawah Qatar dan Luksemburg. Padahal negara tersebut tidak memiliki sumber daya alam yang dapat diandalkan.
Sementara itu Indonesia, yang kaya akan sumber daya alam, hanya berada pada peringkat ke-117 dari 187 negara yang disurvei, dengan GDP (PPP) per kapita sekitar US$4,600. Jadi, apa yang harus diperhatikan dan dibenahi?

Indonesia bercita-cita untuk mencapai pendapatan per kapita antara US$14,000 sampai dengan US$16,000 pada tahun 2025. Waktunya hanya tinggal 12 tahun dari sekarang. Pertanyaannya, mungkinkah itu tercapai?
Bisa ya bisa tidak. Jika pada tahun 2014 terpilih seorang presiden baru yang memiliki kemampuan yang hebat, maka harapan itu mungkin berada dalam jangkauan untuk dapat diwujudkan. Syaratnya, dia harus mampu melakukan berbagai terobosan kebijakan yang memungkinkan dunia usaha berkembang pesat. Dia harus mampu mengendalikan stabilitas politik dan keamanan, dan kinerja dunia pendidikan dapat ditingkatkan. Termasuk dalam terobosan di dunia pendidikan adalah penyelenggaraan pelatihan-pelatihan keterampilan di berbagai bidang dan tingkatan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, dengan cara yang tidak dipoles-poles melainkan dengan menerapkan “iron law of meritocracy,” siapa mampu dia diberi nilai yang baik dan diberi kesempatan. Itu dilakukan secara menyeluruh baik di birokrasi pemerintahan, sekolah-sekolah kejuruan, perguruan tinggi, maupun pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh berbagai kelompok masyarakat. Pemerintah harus mengawal agar terobosan kebijakan dilaksanakan di lapangan secara konsisten. Pejabat yang tidak kompeten harus diganti dengan yang kompeten karena jantung perubahan ada di birokrasi pemerintahan.

Meminjam istilah dalam buku Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), semua pemangku kepentingan pembangunan harus melakukan pekerjaannya “not business as usual.”

Jadi, mulai sekarang marilah kita mencari calon presiden yang hebat yang akan membawa Indonesia mewujudkan percepatan pembangunan yang signifikan dalam waktu satu dasawarsa ke depan. Kita boleh optimis.

Di lapangan, saat ini, sedang berlangsung berbagai gerakan pemberdayaan masyarakat yang patut diacungi jempol. Salah satunya adalah yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia melalui program pemberdayaan usaha-usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sasarannya, mencetak ribuan wirausaha Indonesia yang berdaya saing tinggi. Pendekatan dilakukan bukan hanya kepada para pelaku usaha kecil yang sudah ada, melainkan juga kepada para mahasiswa yang masih ada di perguruan tinggi. Para mahasiswa tersebut diajak untuk mulai memikirkan meniti karir sebagai wirausahawan setelah lulus dari perguruan tinggi.

Salah satu tokoh penting di balik program pengembangan kewirausahaan yang dilaksanakan Bank Indonesia tersebut adalah Hatta S. Mahyaya. Nama depannya kebetulan sama dengan nama Hatta Rajasa yang adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, namun di antara mereka tidak ada hubungan kekerabatan. Hatta S.M. sebagaimana ia biasa dipanggil oleh para koleganya adalah orang Pontianak asli, sarjana lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura tahun 1993.

Kiprah Hatta S.M. ini telah membawanya ke istana presiden untuk menerima penghargaan Upakarti pada tahun 2011 sebagai pendamping UMKM. Ide-ide dan strateginya untuk pemberdayaan UMKM dan pengembangan kader-kader wirausaha sangat membumi. Kalau gagasan dan langkah-langkahnya di lapangan dapat diikuti dan diterapkan di tempat lain di seluruh Indonesia, maka dalam waktu singkat Indonesia dapat memiliki ribuan kader wirausaha yang tangguh.

Untuk mengungkap lebih jauh pemikiran dan langkah-langkah nyata Pak Hatta tersebut, wartawan majalah KIASTRA, Dalle Daniel Sulekale, menemuinya di Sekretariat Inkubator Bisnis UMKM yang berlokasi di gedung lama Bank Indonesia di Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu. Wartawan Kiastra juga sempat menghadiri acara wisuda para wirausahawan-wirausahawati angkatan kedua dan ketiga hasil bimbingan Pak Hatta selama enam bulan. Berikut hasil wawancara dengan beliau:

Sejak kapan anda menjalin kerjasama dengan Bank Indonesia
Sejak tahun 2009. Posisi saya sebagai konsultan Pemberdayaan UMKM.

Sebelumnya di mana?
Sebelumnya sebagai Tenaga Ahli Industri Kecil dan Menengah (IKM) Pangan di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kalimantan Barat, yaitu sejak tahun 2006. Saya bertugas sebagai tenaga ahli IKM (Industri Kecil Menengah) dengan tugas utama membantu memberdayakan kelompok-kelompok usaha pangan. Saya ditempatkan di Disperindag Provinsi Kalbar itu sebagai tenaga ahli dari Kementerian Perindustrian, sehingga honor saya dari Kementerian Perindustrian. Pada tahun 2008 saya beralih dan langsung berada di bawah Disperindag Provinsi.

Tugas anda apa saja sebagai tenaga ahli IKM pangan waktu di Disperindag Provinsi?
Memetakan UMKM Kalbar (jenis usaha, penyebaran, permasalahan yang dihadapi), di-ranking lalu menawarkan solusi atas permasalahan yang dihadapi langsung kepada pelaku usaha yang bersangkutan. Jadi dilakukan pendampingan langsung pada level perusahaan (On Company Level), dalam program ini dilakukan pembimbingan langsung secara kontinu selama enam bulan. Kami juga masuk ke kabupaten-kabupaten melalui dinas-dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten. Empat aspek utama yang diperhatikan: produksi, keuangan, pemasaran, dan organisasi. Saya juga merupakan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) yang dilatih langsung oleh Bank Indonesia dan bertugas mempersiapkan UMKM untuk dapat mengelola usaha dengan baik dan bankable.

Setelah masuk ke Bank Indonesia?
Setelah bergabung dengan Bank Indonesia di Pontianak sebagai konsultan, saya mendapat tugas untuk mengembangkan dan memberdayakan sektor riil dan UMKM yang meliputi banyak sektor seperti pertanian, perikanan, industri rumah tangga, perdagangan dan lain-lain. Yang harus saya lakukan terutama berkaitan dengan bidang pertanian, yaitu memperkuat kelompok-kelompok petani menjadi wirausaha tani. Pemuda-pemuda dan petani kami latih menjadi wirausaha tani dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia melimpah di desa. Kenapa petani menjadi sasaran utama? Karena waktu itu isu pembangunan yang menonjol adalah masalah ketahanan pangan dimana lahan dan produktifitas hasil pertanian menurun. Sekarang ini fokus perhatian bukan lagi terbatas pada pertanian saja tetapi semua bidang usaha UMKM.

Bentuk pendampingan di lapangan?
Kami melakukan pembinaan kepada kelompok-kelompok petani untuk meningkatkan wawasan bisnis mereka, yaitu bagaimana meningkatkan produksi dengan meminimalisasi biaya. Salah satu cara yang disarankan kepada petani adalah meningkatkan penggunaan pupuk organik sederhana. Bahan pupuk adalah jerami padi yang diberi pengurai, yaitu trikoderma. Trikoderma dapat mengikat besi yang meracuni tanaman, mencegah berkembangnya jamur penyakit yang merusak tanaman padi, dan menghidupkan mikroba-mikroba tanah sehingga nutrisi tanah lebih tersedia dan mudah diserap tanaman. Penggunaan pupuk organik sederhana ini bermanfaat untuk memperbaiki struktur tanah. Rongga-rongga udara (aerasi) tanah terbentuk sehingga tanah tidak padat dan dapat menyimpan air saat kemarau. Sekarang, setelah kelompok-kelompok yang didampingi semakin bervariasi bidang usahanya, pendampingan terutama dilakukan untuk membangun mentalitas wirausaha dalam menjalankan manajemen bisnis, khususnya aspek pemasaran, produksi, dan keuangan.

Wirausaha kuat, perekenomian negara kuat. Bagaimana menurut anda?
Benar sekali. Semakin banyak wirausaha yang tumbuh, tentunya itu akan menyerap tenaga kerja. Bisa memutar roda perekonomian setempat. Jika semua wilayah bergerak bersama, akhirnya kan seluruh wilayah di Indonesia ikut terpengaruh, ikut bertumbuh. Setiap Wirausaha yang kami latih dan kami bina, kami beri mandat untuk dapat membina sedikitnya dua calon pengusaha baru, dan kepada dua calon pengusaha baru tersebut akan diberikan pesan yang sama sehingga diharapkan efeknya jadi berantai dan meluas dalam waktu yang singkat.

Faktor apa yang krusial dalam upaya penumbuhan jiwa wirausaha.
Masalah pada Wirausaha adalah masalah mentalitas, juga pada inovasi dan kreativitas. Jika hal ini bisa diperkuat dan dikembangkan maka bisa memacu pertumbuhan ekonomi rakyat. Orang yang bukan wirausahawan, basic mentality-nya biasanya adalah sebagai bawahan, orang gajian yang sebagian cenderung apatis, pesimis dan cenderung tidak kreatif. Sikap tidak kreatif ini akan berdampak panjang pada menurunnya daya saing. Orang yang hanya terima perintah, disuruh, kan ya hanya terima bayaran saja. Pengasahan kreativitas jadi lambat, cenderung tumpul. Tapi kalau seseorang menjadi wirausahawan dia cenderung lebih kreatif karena ditempa oleh situasi-situasi berat yang mungkin tidak dialami oleh orang-orang yang hanya berkedudukan sebagai karyawan. Keunggulan menjadi seorang wirausahawan antara lain sudah jelas dia jadi pimpinan/ boss, bukan bawahan, kemudian bisa mendapatkan status terhormat dengan melegalkan usahanya, dengan akte perusahaan yang resmi, badan usahanya jadi CV atau PT, dan status nya diakui sebagai direktur.

Nah, ketika calon-calon wirausahawan sudah menyadari ini, dia mampu mengeluarkan segenap upaya untuk bisa mewujudkan mimpinya menjadi seorang wirausahawan yang memiliki gengsi yang tidak kalah dibanding menjadi pegawai negeri. Kreativitasnya akan terasah melalui proses persaingan dengan pelaku-pelaku usaha lainnya, dan seterusnya hal tersebut akan memacu perkembangan usahanya.

Bagaimana anda melihat peran anda dalam proses penumbuhan wirausaha tersebut?
Proses menumbuhkan wirausaha itu tanggung jawab moral semua pihak, bukan hanya pemerintah. Saya memilih untuk ikut berperan sebagai kewajiban moral saya, tidak ditunjuk, tidak disuruh, tidak diupah. Saya ambil peran dimana saya bisa. Kebetulan saya mengerti, dan kebetulan punya pengalaman dan pelaku usaha juga, jadi empatinya ada. Jadinya, ketika melakukan kegiatan pendampingan terhadap pelaku-pelaku usaha kecil, saya tidak menemui kesulitan. Saya tidak hanya memberikan bimbingan berdasarkan teori dari buku, melainkan lebih banyak dari pengalaman nyata.

Anda mempunyai usaha apa?
Saya bersama sepupu ada usaha pembibitan tanaman buah, segala macam buah. Lokasinya di Jl. Danau Sentarum, Pontianak. Tanaman bibit tersebut kami jual kepada siapa saja, kepada petani, pemerintah, swasta dan masyarakat umum.
Bagaimana perkembangan wirausaha di Kalimantan Barat?
Di Kalbar ini lebih ke masalah manusianya (SDM) dibanding sumber daya alamnya (SDA). Potensi sumber daya alam di sini banyak sekali. Dalam hal ini kita coba mengangkat dan meyakinkan masyarakat bahwa wirausaha ini adalah pekerjaan yang baik, yang terhormat, yang bergengsi, yang berpotensi meningkatkan ekonomi, mengurangi pengangguran dan mengurangi kemiskinan sehingga citra jelek terhadap wirausaha dapat pelan-pelan kita ubah. Saat ini wirausaha dicitrakan sebagai usaha yang tidak formal, sulit berkembang, tidak berpotensi, tidak bergengsi dibandingkan dengan jadi sarjana terus bekerja sebagai pegawai. Wirausaha dianggap pekerjaan kelas dua. Pandangan itu bisa kita ubah.

Caranya?
Itu tadi. Beri penyadaran bahwa wirausaha itu punya banyak keunggulan. Sudah jelas menjadi wirausaha itu berarti bukan menjadi pengangguran, bukan bawahan, peluang usahanya besar sekali terutama di desa, penghasilan akan meningkat jika kerja bagus dan kreatif, ritme kerja ditentukan sendiri, kerja tidak terikat waktu, modal usaha tidak perlu besar namun dapat menghasilkan laba besar, status sebagai owner. Hal-hal ini kita tanamkan dulu. Jika hal ini berhasil kita tanamkan pada seorang calon sarjana misalnya, maka hasilnya akan luar biasa, sebelum lulus kuliah dia bisa menjadi direktur perusahan, baru setelah itu menjadi sarjana. Pola pikir sebagai seorang sarjana akan sangat berpengaruh pada langkah-langkah selanjutnya. Tanpa gelar sarjanapun semua orang bisa menjadi wirausaha yang berhasil selama mau belajar semisal di Inkubator Bisnis UMKM.

Inkubator bisnis UMKM yang sedang anda kembangkan bersama Bank Indonesia ini siapa penggagasnya, anda atau Bank Indonesia?
Sebetulnya sih gayung bersambut. Saling punya konsep, begitu. Kebetulan tahun 2011 saya mendapat Upakarti dari presiden sebagai pendamping UKM. Di situ saya punya konsep bagaimana cara melakukan percepatan mengangkat kemampuan manajemen wirausaha/UMKM, termasuk yang saya bilang tadi itu bahwa keunggulan-keunggulan wirausaha dapat disiapkan secara khusus. Wadahnya adalah inkubator. Kebetulan Bank Indonesia juga punya program yang namanya Penciptaan Wirausaha Baru. Nah, ini di-combine. Dapatlah bentuknya yaitu Inkubator Bisnis UMKM seperti yang ada sekarang. Kami menyusun silabus dan materi pembelajarannya kemudian dipadu dengan pengalaman lapangan dan mengurangi teori-teori yang sulit diterapkan. Konsepnya adalah bagaimana seseorang itu dapat mengelola usaha kecil dengan baik dan benar namun sesederhana mungkin (Small business is beautifull and easy to role), kita coba sebagai pilot project. Sambutan dari berbagai pihak cukup baik. Dari beberapa daerah ada usul dan permintaan agar juga dibangun inkubator seperti ini di daerahnya.

Kapan Inkubator Bisnis UMKM ini dibangun?
Tahun 2012, tanggal 21 April.

Kenapa 21 April, ada momen khusus?
Sebenarnya memang ada relevansi dengan semangat Ibu Kartini yang diperingati pada tanggal 21 April. Ibu Kartini kan mendorong tumbuhnya peran perempuan, dan itu juga merupakan semangat kewirausahaan. Faktanya, sekitar 90% pelaku wirausaha di Kalimantan Barat ini adalah perempuan. Yang saya alami, sejak 2005 sampai sekarang, sekitar 90% yang saya latih adalah perempuan, jumlah peserta yang pernah mengikuti seminar saya, workshop, pelatihan dan sosialisasi hingga tahun 2013 telah lebih dari 3.000 orang.

Pesertanya dari mana saja?
Untuk inkubator bisnis ini pesertanya untuk sementara dari kabupaten/kota terdekat saja dulu. Usaha mereka beragam, namun banyak yang bergerak di industri rumah tangga berupa kuliner/makanan ringan. Ada juga yang bergerak dibidang jasa, perdagangan, industri kerajinan, perikanan dan teknologi informasi.

Pelatihannya berapa lama untuk satu angkatan?
Enam bulan. Tapi itu tidak setiap hari kerja. Jadwal kami atur sebagai berikut: 1 hari masuk kelas, kemudian 6 hari praktek di rumah masing-masing, action. Apa yang dipelajari di kelas dipraktekkan sesuai bidang usaha masing-masing. Setiap minggu pagi kami kumpul di GOR (Gelanggang Olah Raga) Pontianak. Di sana kami praktek berjualan, memasarkan untuk melatih mental peserta latih. Umumnya peserta pelatihan hanya bisa produksi, begitu mau menawarkan ke pembeli muncul hambatan mental seperti malu dan takut. Nah, di sini kami latih untuk menghilangkan itu. Mereka yang mengikuti saran-saran kami biasanya ada perubahan yang cukup baik.

Bagaimana prosesnya?
Minggu pertama biasanya kami stand-by di tenda. Awalnya, ada rasa malu untuk berkomunikasi dengan calon pembeli yang belum dikenal. Sementara di kelas sudah diajarkan bahwa mereka adalah pasar kita. Nah, pasar ini perlu dikenali, disapa, ditegur, sehingga produk kita juga dimengerti. Nah, biasanya pada minggu kedua kami mendorong lagi “ayo coba, ayo coba.” Ada beberapa kasus, ketika peserta pelatihan ini mencoba untuk berkeliling (mereka punya waktu hanya 2-3 jam dari jam 6 sampai jam 9 pagi), di minggu pertama peserta pelatihan tersebut dapat menjual selondok (keripik) ubi omsetnya sekitar Rp 486.000-an. Bagi dia itu sudah lonjakan luar biasa. Minggu kedua, kita lakukan hal yang sama, kita amati, ternyata terjadi peningkatan walaupun waktu itu lebih singkat karena hujan. Hanya 1 jam, tetapi omsetnya Rp 390.000-an. Dalam skala mikro, kecil, ini sangat berarti. Kalau skala besar sih tidak ada artinya. Minggu ketiga dan keempat naik tajam sampai ke Rp 900 ribuan. Nah, minggu terakhir kemarin (awal Juni, red) dia sudah bisa membukukan omset Rp 1.190.000-an dalam waktu dua setengah jam dengan laba sekitar 40%-50%. Artinya, dia sudah bisa komunikatif dengan pasar.

Mengapa memilih GOR?
GOR itu tempat berkumpulnya banyak orang dari berbagai tingkatan sosial ekonomi. Jadi, random di sana. Hal ini bisa memudahkan teman-teman untuk berlatih. Kalau kita hanya menyasar satu segmen pasar saja, itu belum tentu kena semua segmen. Ketika yang lewat dari berbagai status sosial dan status ekonomi, teman-teman dapat praktek sekaligus. Kami mendirikan dua tenda. Kami terapkan sistem sarang laba-laba yang menunggu pembeli di tenda, ada juga pola jemput bola yang menyebar mencari calon pembeli.

Berapa peserta yang sudah dilatih?
Angkatan pertama tidak banyak, hanya ada 15 orang yang lulus. Pada angkatan kedua dan ketiga ini kami mewisuda 31 orang peserta yang lulus, perempuannya sekitar 80-90 persen. Kami tidak menekankan pada kuantitas, tetapi lebih kepada kualitas. Kami sedang menyiapkan angkatan keempat dengan peserta sekitar 38 orang dengan komposisi persentase perempuan lebih tinggi.

Apakah peserta pelatihan dikenakan biaya?
Prinsipnya inkubator ini kan mencari peserta yang serius. Jadi, kita adakan seleksi dengan tes tertulis dan wawancara. Disampaikan kepada mereka bahwa selama belajar kita akan sharing dana pelatihan yang sangat terjangkau, Rp 300.000,- untuk enam bulan belajar, kurang lebih untuk 24 kali pertemuan. Jadi per minggunya jatuh sekitar Rp 12 ribuan. Satu hari belajar sekitar 6 jam di inkubator, hanya pada hari Sabtu, dari jam 08.00 sampai jam 14.00, selebihnya peserta praktek dirumah mereka masing-masing.

Perlu saya informasikan bahwa dari sharing biaya, uang Rp 12.000-an per minggu itu kembali ke peserta juga. Yang Rp 10.000,- dikembalikan dalam bentuk makan siang bersama, yang Rp 2.500,- dipakai untuk membeli air minum. Mengapa makan siang bersama? Karena kita inginkan mereka saling mengenal, saling berinteraksi, saling bertukar pengalaman, saling bantu dan akhirnya dapat mengembangkan jaringan bisnis bersama.

Pak Hatta juga menjangkau kampus seperti Universitas Tanjungpura yang ada matakuliah wirausaha dan program mahasiswa wirausaha yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ia sering diundang untuk memberikan materi umum kewirausahaan dan berdiskusi dengan mahasiswa. Ada kalanya per fakultas ada kalanya pula secara umum untuk peserta dari berbagai fakultas. Ia merasa ini misi yang sangat penting karena menjangkau calon-calon pemimpin. Makin banyak lulusan perguruan tinggi yang memilih menjadi wirausahawan makin baik untuk pertumbuhan ekonomi bangsa.

Bagaimana cara anda memperkenalkan wirausaha kepada mahasiswa?
Mereka tidak bisa di-setting untuk membuka usaha kemudian begitu saja dibiarkan. Ini harus “dibungkus”. Jadi secara bertahap mahasiswa dalam tahun belajarnya itu diperkenalkan dengan wirausaha kemudian belajar mengelola usaha, kemudian melegalitaskan usahanya, tapi jenis usahanya tidak lari dari ilmu yang ia pelajari difakultas. Katakanlah, ia kuliah di fakultas pertanian, bisnisnya mestinya agrobisnis, fakultas teknik ya bisnisnya bidang teknologi, fakultas ekonomi ya bidang jasa dan perdagangan, kalau IKIP ya bisnisnya pendidikan, dst.

Bagaimana seorang mahasiswa dapat diarahkan untuk menjadi wirausahawan?
Sebelum dia lulus, dia bisa mengembangkan usaha dan melegalkan perusahaannya. Artinya, dia sudah jadi direktur sebelum lulus. Ia sudah menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri dan dapat merekrut tenaga kerja. Nah, ketika dia skripsi dia bisa mengangkat judul skripsi berdasarkan usaha yang dijalani atau komiditi yang diambil. Itu bisa jadi bahan skripsi. Misalnya, mahasiswa fakultas pertanian. Seorang mahasiswa pertanian dikenalkan tentang tomat, dia belajar misalnya bagaimana membuat saus tomat yang baik. Ketika sudah bisa, dia perlu bahan baku, nah kita mitrakan dengan petani tomat. Petani punya lahan, punya tomat, tapi tidak punya pengetahuan. Nah, mahasiwa belajar, pengetahuannya diberikan kepada petani. Sinergi dia berdua. Ketika itu sudah mulai jalan, sudah mulai mengenal pasar, kemudian petani dan mahasiswa tersebut membangun sebuah perusahaan. Katakan, dia bikin CV begitu, mahasiswanya jadi direktur, petaninya boleh saja jadi komanditer. Sinergi. Ketika dia mau skripsi si mahasiswa mengangkat tomat, boleh buahnya, boleh hamanya, boleh tanahnya, boleh penyakitnya, apa saja yang terkait dengan tomat, termasuk bisnisnya itu. Setelah dia lulus, kan dia jadi sarjana. Nah, dia dapat tambahan gelar, selain sebagai direktur dia juga sarjana. Ketika dia selesai diwisuda, dia tidak sempat menganggur. Jadi, dia mendapat dua kesempatan, apakah mencari pekerjaan atau menciptakan pekerjaan yang saat itu sudah diwujudkannya. Dia bisa kelola terus tanpa harus mencari lagi pekerjaan, atau dia delegasikan kepada siapa saja, bisa kepada saudaranya atau kepada orang lain. Kalau ini berjalan dengan baik maka ada output positif yang bisa diharapkan, misalnya setiap tahun akan ada ribuan sarjana yang diwisuda, maka sekaligus ada ribuan perusahaan yang didirikan, sekaligus ada ribuan direktur baru yang dicetak. Nah, tidak ada atau hanya sedikit saja pengangguran. Sangat mudah mencapai target wirausaha sebanyak 2% dari jumlah penduduk jika kita percaya pada teori ahli ekonomi MacClelland.

Jadi, anda setuju jika sambil kuliah mahasiswa juga mengembangkan bisnis?
Setuju. Keduanya harus matching, bisnisnya dan studinya. Sebagaimana saya katakan tadi, misalnya mahasiswa pertanian ya dia seharusnya membangun usaha berbasis pertanian, mahasiswa fakultas teknik ya bisnisnya teknologi, mau teknologi sederhana atau teknologi canggih, terserah. Mata kuliah yang dia pelajari di bangku kuliah itu jadi sumber ide bisnis dia, demikian.

Selasa, 24 September 2013

MEMBANGUN DESA MANDIRI MELALUI PROGRAM DESA BINAAN


Desa binaan pada dasarnya adalah suatu langkah untuk memberdayakan masyarakat desa melalui kegiatan pelatihan-pelatihan, pembinaan dan pendampingan baik melalui pelatihan wirausaha maupun pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kegiatannya akan mendorong perekonomian desa agar menjadi desa yang mandiri dan dapat meningkatkan kesejahteraan warga sehingga pemberdayaan masyarakatpun menjadi lebih merata. Tujuan dikembangkannya desa binaan adalah untuk :
1. Membantu Kepala Desa dan jajarannya untuk mengoptimalkan potensi ekonomi desa
disemua sektor seperti pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri
rumah tangga, teknologi tepat guna, energi alternatif,dll.
2. Membantu masyarakat menuju kemandirian ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan
keluarga.
Desa Binaan tidak dimaksudkan sebagai sebagai desa penerima bantuan semata, namun merupakan desa yang melalui pembinaan yang terarah dapat mengoptimalkan potensi ekonomi desanya secara mandiri. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan kelompok, berupa pendampingan langsung untuk pembinaan dan penerapan teknologi tepat guna di lapangan dalam bentuk sosialisasi, demonstration plot, sekolah lapang, pelatihan dan lain-lain yang dianggap sesuai.
Hal-hal yang diharapkan bisa berkembang di desa binaan :

A. Ketahanan Pangan (Rumah Pangan Lestari):
1. Panen padi meningkat, pendapatan petani meningkat.
2. Dibangunnya demplot tanaman padi dalam pot disekitar rumah.
3. Panen sayuran meningkat, pendapatan petani meningkat.
4. Kebun cabai & hortikultura lainnya dibangun (sayuran & buah di rumah).
5. Sawah, kebun sayur dan kebun buah menggunakan trichoderma 100 %

B. Konversi energi melalui Alih Teknologi :
1. Nelayan menggunakan LPG untuk Bahan Bakar Sampan bermotor .
2. Tersedianya listrik mandiri (genset) berbahan bakar LPG.
3. Mesin pertanian menggunakan LPG utk efisiensi bahan bakar.

C. Pembentukan Klaster usaha :
1. Pembentukan Klaster budidaya pisang nipah kuning.

D. Penciptaan Wirausaha baru :
1. Munculnya wirausaha baru dengan produk-produk seperti :
a. Keripik pisang, keripik singkong, keripik keladi, keripik sayur
b. Ikan asin siap santap dalam kemasan
c. Nugget pisang
d. Teh celup /Teh es lidah buaya dan mahkota dewa
e. Asap cair
f. Gas Methan dari limbah sungai dan sampah organik
g. Air minum kemasan botol
h. Kerajinan kulit jagung
i. Kolam Terpal
j. Penjualan kemasan

E. Gemar Menabung :
1. Minat menabung meningkat melalui sosialisasi gemar menabung.
2. Minat menabung meningkat melalui produk kerajinan celengan dari bahan tempurung kelapa.

F. Fasilitas Umum :
1. Tersedianya air bersih dengan sistem penyaringan sederhana.
2. Jika memungkinkan diadakan taman bacaan untuk masyarakat.

Contoh pelaksanaan program Desa Binaan ini adalah Desa Punggur Besar yang dilaksanakan oleh Unit Pemberdayaan Sektor Riil dan UMKM (Unit PSRU) Kantor Perwakilan Bank Indonesia provinsi Kalbar bekerjasama dengan Jajaran Pemerintahan dan Masyarakat Desa Punggur Besar, Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Dalam kegiatan ini KPw BI tidak memberikan bantuan berupa uang, melainkan berupa bantuan teknis dan dukungan sarana kerja.

Materi yang diberikan dalam kegiatan pembinaan desa:
1. Sosialisasi/Pengantar Program Desa Binaan,
2. Dasar-dasar Kewirausahaan Desa (Wirausaha Tani),
3. Pengenalan dan aplikasi jamur trichoderma untuk tanaman padi, cabai, sayur dan hortikultura lainnya,
4. Pengenalan dan aplikasi teknologi air bersih,
5. Pengenalan dan aplikasi Teknologi tepat Guna berupa konversi bahan bakar bensin ke LPG untuk mesin bensin (sampan motor, genset listrik) di desa.
6. Sistem Pengering ikan sederhana.
7. Aplikasi keramba jaring apung atau kolam terpal untuk pembesaran ikan konsumsi di sungai/darat.
8. Penumbuhan wirausaha baru melalui pelatihan produk usaha olahan spt keripik, ikan asin, serta pendampingan/ pembinaan.
9. Pengenalan dan aplikasi kemasan modern untuk mendukung penjualan produk olahan desa.
10. Pembentukan klaster baru (Pisang Nipah Kuning)
11. Sosialisasi Gemar menabung di desa (poster/spanduk/baliho/stiker/brosur/ celengan dll)

Potensi sumber daya alam desa dan sumber daya manusia yang di survei sebelum kegiatan bina desa dimulai antara lain :
1. Sungai (alur, pemanfaatan, kondisi fisik)
2. Lahan pertanian (padi, sayuran, palawija)
3. Lahan perikanan darat (kolam, keramba)
4. Lahan perkebunan (kopi, kakao, kelapa, dll)
5. Lahan tidur
6. Ruang publik (kantor desa, dusun, warga)
7. Hasil alam dari desa
8. Hasil olahan dan industri dari desa
9. Pasar
10. SDM usia produktif
11. SDM usia produktif yang bekerja
12. SDM usia produktif yang belum bekerja
13. Jumlah pemuda aktif, dll.

Hasil survei kemudian diolah menjadi usulan kegiatan pengembangan desa binaan. Sejak dilaunching pada bulan Januari 2013 hingga saat ini sudah banyak kegiatan yang berjalan seperti :
1. Pembangunan pintu gerbang desa
2. Pembangunan ruang administrasi lembaga pengembangan ekonomi desa
3. Pembangunan rumah kompos
4. Pembangunan kolam terpal
5. Pelatihan dan pembuatan pupuk organik
6. Pencetakan wirausaha baru dengan produk olahan keripik pisang
7. Pelatihan dan penggunaan mesin sampan berbahan bakar LPG
8. Penggunaan mesin genset listrik berbahan bakar LPG
9. Pembangunan kebun pisang nipah kuning dan pisang berangan
10. Instalasi air bersih sederhana
11. Ternak itik
12. Pengembangan pembibitan ikan lele

Kegiatan-kegiatan lain yang akan menyusul antara lain :
1. Instalasi asap cair sederhana
2. Usaha kios penjualan hasil produksi wirausaha desa
3. Pengembangan penanaman padi dalam pot
4. Pengembangan program Rumah Pangan Lestari
5. Pembuatan gas methane dari bahan limbah organik
6. Pembuatan tepung pisang nipah
7. Pengembangan kebun pisang nipah di seluruh dusun
8. Pelatihan wirausaha baru untuk seluruh dusun
9. Pengembangan kolam terpal untuk seluruh dusun
10. Sosialisasi gemar menabung untuk seluruh dusun.

Melalui gotong-royong, kegiatan di desa binaan dapat berjalan walaupun dana yang dimiliki sangat terbatas. Yang diperlukan hanyalah sikap terbuka, kesediaan untuk dilatih, kesetiakawanan dan kepedulian sosial yang tinggi dari masyarakat, itu saja.

Selasa, 17 Agustus 2010

MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA MANDIRI SEMASA KULIAH

Saat ini ada lebih banyak sarjana pencari kerja dibanding sarjana pencipta kerja. Padahal lapangan kerja formil semakin menyempit dan lapangan kerja mandiri justru semakin terbuka. Akan lebih baik jika sarjana juga punya kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja baik untuk dirinya maupun orang lain.
Saya ingin berbagi pendapat dengan mengambil contoh perumpamaan sederhana,
Berapa banyak sarjana pertanian di wisuda dalam satu tahun di satu provinsi ?
Kira-kira, adakah seribu orang jumlahnya dalam satu tahun ?
Jika ada seribu orang, maka dalam 10 tahun terakhir ada sekitar 10 ribu orang sarjana pertanian !
Logikanya adalah pertanian akan maju karena ada 10 ribu orang pintar tentang pertanian !
Apakah pertanian setempat sudah maju dengan adanya 10 ribu orang sarjana pertanian tersebut ?
Kemungkinan besar belum karena banyak petani masih miskin dan jarang sekali ada sarjana yang profesinya sebagai petani, kecuali terpaksa (mungkin).
Mengapa begitu ?
Karena sebagian besar lulusan sarjana hanya ingin menjadi pegawai negeri/karyawan swasta, bukan menjadi pelaku usaha tani ! Sebagian memang menjadi PNS/karyawan swasta, sebagian lagi bekerja diluar bidang kelimuannya, dan sebagian lagi masih menganggur.
Bagaimana sebaiknya ?
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah mempersiapkan calon sarjana pertanian tersebut dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja mandiri di bidang pertanian.
Caranya ?
Dengan melatih dan membimbing mahasiswa membangun usaha semasa kuliah.
Biasanya berapa lama seorang mahasiswa kuliah hingga menjadi sarjana pertanian ?
Mungkin rata-rata 4 hingga 5 tahun.
Kita bisa tarik mundur 2 tahun sebelum kelulusan, jadi sekitar tahun ke 3 atau ke 4. Pada awal tahun ketiga program ini sudah bisa dimulai.
Alurnya bagaimana ?
Pertama mahasiswa diperkenalkan terlebih dahulu dengan dunia wirausaha, dibuka wawasannya tentang dunia nyata diluar sana yang hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja. Diberikan motivasi dengan gambaran keunggulan seorang wirausaha dibanding dengan seorang bawahan/karyawan.
Tahap kedua memperkenalkan berbagai peluang usaha dalam bidang pertanian, tiap orang dapat memilih salah satu bisnis yang terkait dengan pertanian, apakah itu komoditi tanaman pangan, tanaman hortikultur, tanaman semusim, palawija, pupuk organik, teknologi tepat guna pertanian, hama penyakit, budidaya, olahan hasil, pemasaran, dan lain-lain. Tahap ketiga adalah pelaksanaan usaha, bimbingan dan evaluasi setiap semester.
Siapa yang harus memperkenalkannya? Siapa yang harus memotivasi dan membimbingnya?
Khan ada mata kuliah wirausaha di kampus? kan ada dosennya?, pengajarnya yang harus memperkenalkan dan memotivasinya serta membimbingnya. Kalaupun tidak ada, bisa dibantu oleh konsultan bisnis yang ada di daerah setempat.
Anggap sebagai contoh seorang mahasiswa pertanian memilih komoditi tomat sebagai pilihan bisnisnya. Buah tomat dapat menjadi bisnis dalam bentuk misalnya sambal tomat , bibit tomat, kebun tomat atau lainnya. Semua hal tentang tomat memerlukan ilmu pengetahuan yang didapatnya dibangku kuliah seperti ilmu tanah, fisiologi tanaman, biologi, dan mata kuliah lainnya, jadi usahanya akan sejalan dengan mata kuliahnya. Bisnis tomat memerlukan bahan baku, padahal sang mahasiswa tidak punya lahan kebun, ia bisa bekerjasama dengan petani tomat. Petani akan berperan sebagai mitra penyedia bahan baku, dan ilmu sang mahasiswa dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas buah tomat dikebunnya.
Dalam dua tahun berjalan, bisnis tomat dapat dikembangkan dengan membenahi manajemen usaha, manajemen produksi, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran. Pada tahun kedua yaitu tahun ke 3 atau ke 4 kuliah, usaha ini sudah bisa mengurus legalitas usaha, katakan saja mendirikan badan usaha CV. Tomato Jaya, akte notaris pendirian perusahaan dibuat dan sang mahasiwa tadi dikukuhkan sebagai Direktur. Jadi sebelum lulus kuliahpun ia sudah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Kalaupun terjadi hambatan sehingga usahanya harus jatuh bangun, toh masih dalam masa kuliah, jadi sebagian besar keperluan kuliahnya masih ditanggung orangtua. Masa dua tahun akan memberikan pengalaman yang cukup baik bagi dirinya untuk mengenali usaha dan hambatannya.
Hal-hal penting yang dialami dalam menjalankan usaha tomat sambil kuliah ini dapat saja menjadi bahan skripsi sang mahasiswa, misalnya tentang perbaikan kualitas bibit, pemupukan, kesuburan tanah, teknik perbanyakan, teknik budidaya, teknik pengolahan hasil panen, teknologi tepat guna, sosial ekonomi pertanian dengan komoditi tomat, atau bahkan bisnisnya sendiri mungkin saja dapat menjadi bahan skripsi. Jika lulus menjadi sarjana maka banyak keuntungan yang didapatnya.
Pertama, ia menjadi seorang sarjana penuh,
Kedua, ia sudah punya perusahaan sendiri,
Ketiga, ia adalah seorang Boss karena punya jabatan bergengsi sebagai direktur dan pendiri perusahaan,
Keempat, ia tidak mengalami masa menganggur sebelum bekerja,
Kelima, pendapatannya bisa jadi jauh lebih tinggi dibandingkan bila ia menjadi karyawan saja,
Keenam, ia punya mitra petani tanpa harus memiliki lahan sendiri, petani juga terbantu,
Ketujuh, ia adalah salah seorang yang ikut memajukan pertanian tomat pada khususnya, dengan pengetahuannya selama kuliah,
Kedelapan, ia sudah punya pengalaman dua tahun mengelola usaha, jadi jika ia memerlukan pinjaman dana usaha dari lembaga keuangan, maka syarat dua tahun pengalaman mengelola usaha sudah terpenuhi.
Kesembilan, perusahaannya menyerap banyak tenaga kerja seiring dengan pengembangan usaha.
Coba bayangkan jika semua mahasiswa pertanian yang ada mengambil cara ini, maka setiap tahunnya akan ada seribu perusahaan baru yang menyerap tenaga kerja, ada seribu direktur baru, ada seribu petani terbantu, ada seribu usaha pertanian yang maju. Universitas tidak hanya mencetak sarjana-sarjana baru tapi juga mencetak pengusaha-pengusaha baru berkualitas sarjana.
Contoh diatas bisa digunakan untuk mahasiswa di fakultas lainnya dengan berbagai penyesuaian.
Pontianak, 18 Agustus 2010
Hatta SM (Konsultan UMKM)

Senin, 19 Oktober 2009

Konsep Mengurangi Pengangguran Melalui Pembentukan Wira Usaha Baru dan Pendampingan Wira Usaha

MARI KITA RENUNGKAN SESAAT KONDISI MASYARAKAT KITA BELAKANGAN INI..

(wawancara imajiner ..)

Pengangguran dimana-mana..

Ada korban PHK

Ada Sarjana tak dapat kerja

Ada yang putus sekolah

Ada pula yang malas kerja, dll.

Bagaimana solusinya ?

Jadilah Wirausaha !

Nanti dulu..

Kenapa harus jadi wirausaha ?

Iya, sebab wirausaha itu anti nganggur !

Tapi khan kurang bergengsi ?

Siapa bilang ? Jadi wirausaha pasti jadi BOSS, bukan bawahan. Kalau serius, statusnya malah bisa sebagai Direktur !

Tapi nyatanya wirausaha itu kecil-kecil usahanya ?

Itu kalau belum dilatih ngelolanya, belum dibimbing, belum dibina n belum diorbitkan.

Mereka juga kecil pendapatannya..

Belum tentu, penghasilan wirausaha bisa lebih besar daripada gaji karyawan biasa, asal tahu caranya…

Maksudnya jual es, jual kerupuk, jual minuman, jual roti begitu bisa gede hasilnya ?

Benar sekalee, asal bener ngendalikan usahanya sesuai bimbingan maka bisa jadi akan berhasil. Dan wirausaha itu pilihan jenis usahanya buanyaaak sekale, bisa dicari yang pas untuk setiap orang, contohnya hobby seseorang dapat dijadikan sumber uang. Dan walaupun jual keripik tapi bisa berkembang dalam jumlah besar atau pabrikan.

Maksudnya ?

Kalau diseriusi, usaha bisa dikembangkan menjadi badan usaha CV atau PT, dan orangnya jelas sebagai pimpinan perusahaan atau direktur.

Khan mahal kalau buat CV atau PT..

Kalau buat PT mungkin masih terasa mahal, tapi kalau buat CV cukup Rp. 350.000 di Notaris, dan anda langsung jadi direktur, ternyata jadi direktur itu tidak mahal. Mau??

OK ngarti, tapi gimana dengan modal usaha, khan harus besar juga ?

Ndak juga, ada usaha dengan modal seratus ribuan per hari tapi bisa punya keuntungan antara 1 sampai 3 juta per bulan, target penjualan juga ndak besar, cukup 60 sampai 80 bungkus saja setiap harinya, isi perbungkusnya cukup satu ons harga 5 ribu, hebat khan?!.

Masak sih ? Bisnis apa ?

Ya bisnis biasa saja, cukup keripik, atau kerupuk, kerajinan, atau olahan makanan sederhana lainnya, kalau memang serius bisa diceritakan lebih rinci.

Truss pemasarannya gimana ?

Itu dia, salah satu kunci keberhasilan, pemasaran harus ditangani secara khusus supaya target-target penjualan tercapai. Kalau target selalu tercapai maka penghasilan yang diinginkan juga akan tercapai.

Nanganinya gimana ?

Ya dilatih dulu tenaga-tenaga pemasarannya, diajari berbagai trik menjual, manajemennya juga diajarin, orangnya dihilangin dulu sifat malunya, diperbaiki penampilan orangnya, produk yang dijual juga diperbaiki tampilan kemasannya supaya lebih menarik dan lebih mudah dijual.

Jadi kalau kitanya serius mau berwirausaha bisa dibimbing supaya berhasil seperti itu ?

Iya.. dibimbingnya juga ndak setengah-setengah selama yang dibimbing semangat dan tidak mudah menyerah.

Kok ada ucapan menyerah ?

Maksudnya dimasa-masa awal usaha pastinya terasa berat, contohnya orang yang ndak pernah olah raga tiba-tiba disuruh olah raga, ya seperti remuk badannya, tapi kalau diteruskan akan menjadi biasa dan malah keenakan. Bisnis juga begitu. Contoh lain, orang laki-laki umumnya tidak bisa buat kue, kalau disuruh buat kue ya bisa stress dia, tapi kalau diajari pelan-pelan maka lama-lama jadi biasa dan malah jadi ahlinya.

Oo gitu, balik lagi ke penghasilan, wirausaha itu khan nggak tetap pendapatannya ?

Mau pilih mana, berpenghasilan tetap atau tetap berpenghasilan ? Menjadi karyawan itu berarti berpenghasilan tetap, jadi ya tetap segitu-segitu saja setiap bulan, kecuali kalau bisa naik gaji tiap bulan. Kalau menjadi wirausaha memang tidak tetap pendapatannya, kadang-kadang dua kali gajian, kadang-kadang tiga sampai empat kali, ndak tetap, tapi mereka tetap berpendapatan, malah seringkali semakin besar setiap bulannya. Semakin besar usaha maka semakin besar keuntungannya. Asal hati-hati.

Kok ada hati-hati ?

Iya, menjadi wirausaha itu harus selalu waspada terhadap hal-hal yang bisa merusak usahanya. Bukan cuma kegagalan saja yang harus diwaspadai, tapi keberhasilan juga harus diwaspadai karena bisa menggoda orang sukses untuk melakukan kesalahan.

Ok, sekarang gimana kalau nanti perlu modal besar karena usahanya sudah besar ?

Bisa ke Bank, bisa ke BUMN, bisa ke BPR, bisa juga ke Koperasi.

Kalau bunganya tinggi bagaimana ?

Bisa cari yang bunga kecil seperti ke BUMN, tapi pada dasarnya jangan terlalu takut pada bunga tinggi, kalau bisnis bisa jalan, jumlah pinjaman yang kita perlukan juga dikabulkan, dan keuntungan yang kita inginkan tercapai, artinya bunga pinjaman mampu dibayar, ya ambil saja, sederhananya sama-sama untunglah, yang pasti kan tidak seperti rentenir.

OK, ngerti, trus apa yang perlu disiapkan untuk jadi wirausaha yang baik ?

Sebenarnya cukup mentalitas yang baik dan kuat, sisanya hanya skill tentang teknik-teknik produksi, teknik pemasaran dan teknik pengelolaan. Mentalitas bisa dibilang 90 % dari bisnis, sedangkan skill hanya 5 % , teori juga 5 % saja.

Kenapa mental sangat penting ?

Iya, sebab mental dapat menjadi penghalang terbesar kalau mau buka usaha, kita menyebutnya mind blocker – penghalang fikiran -, seringkali orang sudah semangat menyusun rencana ini dan itu tapi pada akhirnya dirinya sendiri yang membatalkan.

Penghalang fikiran atau mental blocker itu seperti apa ?

Ada tiga bentuk dominan pada fikiran manusia, yang pertama muncul dalam bentuk rasa malu, yang kedua muncul dalam bentuk rasa takut, dan yang ketiga bisa muncul dalam bentuk rasa malas. Bisa dibayangkan jika seseorang yang mau usaha, sudah bikin produk tapi malu menawarkan kepada pembeli, apakah barangnya bisa laku ? Coba bayangkan pula kalau seseorang mau buka usaha tapi belum apa-apa sudah takut, takut rugi, takut gagal, takut tidak terjual, takut ditipu orang, takut ini, takut itu, ya ndak jalan. Yang terakhir coba bayangkan kalau rencana sudah bagus tapi orangnya malas untuk mengerjakannya..

Yang begitu khan banyak sekali disekitar kita.. gimana ngatasinya ?

Ikut pelatihan, tapi bukan asal pelatihan, pilih pelatihan yang bisa memperkuat mental bisnis kita, yang bisa selalu memotivasi kita, yang bisa mengajari bagaimana menghancurkan penghalang di fikiran kita, dan yang bisa membimbing dan mendampingi usaha kita, semacam konsultan pendamping.. begitu.

Begitu?!.. Kita sudah ngomong jauh, kalau kembali ke judul mengenai pengurangan pengangguran, bagaimana hubungannya ?

Begini, yang kita bicarakan dari tadi adalah konsep menciptakan wirausaha baru seperti anda, nah kalau konsep ini diterapkan kepada pengangguran yang ada disekitar kita, kemudian banyak pengangguran yang bersemangat membangun usaha baru, kan artinya pengangguran bisa berkurang, apalagi kalau bisa maju, kemudian tiap usaha tadi merekrut pengangguran lain menjadi karyawannya, maka efek dominonya akan terasa terhadap pengurangan pengangguran, bisa dimengerti?

Ngerti, tapi pelatihnya khan masih sedikit..

Benar, tapi pelatihnya juga bisa diperbanyak dengan melatih orang-orang yang punya kepedulian tinggi untuk membantu orang lain yang akan membangun usaha. Hebatnya lagi, sebenarnya calon pelatihnya juga bisa direkrut dari orang-orang yang statusnya pengangguran.

Masak sih ? kan penganggur ?

Jangan lupa, banyak penganggur yang statusnya sarjana, mereka berpotensi menjadi motivator dan pendamping, asal.. mereka diseleksi dulu dengan ketat, terutama mentalitasnya harus yang berpihak pada rakyat kecil, bukan orang yang hanya ingin cari kerja saja. Sebelum mendampingi orang lain, mereka harus dilatih terlebih dahulu dan menjadi wirausaha dulu sehingga tahu dan merasakan bagaimana rasanya menjadi wirausaha dan mengalami kesulitan-kesulitan serta tahu cara mencari solusinya.

Wow.. kesulitan ?

Iyalah.. seperti anak kecil belajar naik sepeda, pastinya sulit sekali pada awalnya, sering jatuh bangun, kadang luka, kadang nangis, tapi tidak kapok. Dengan sedikit bimbingan dari orang lain yang sudah bisa naik sepeda, biasanya jadi cepat pandai naik sepeda. Dan hebatnya lagi, setelah bertahun-tahun tidak naik sepeda keterampilan itu tidak akan hilang, tetap bisa naik sepeda, bisnis kurang lebih seperti itu, OK..?!

Sabtu, 11 Oktober 2008

INKUBATOR BISNIS


Selama ini hampir semua UMKM lahir dan tumbuh dengan sendirinya, ada yang lahir dengan sehat, ada yang tidak sehat, ada yang belum cukup umur untuk dilahirkan tapi terpaksa sudah harus lahir menjadi UMKM. Seperti halnya bayi manusia, UMKM yang lahir prematur memerlukan sebuah Inkubator untuk memberikan daya dukung kehidupan hingga sang bayi mampu hidup dan sehat.

Citra UMKM hampir tak pernah lepas dari dua hal, pertama, selalu dianggap sebagai usaha yang tahan banting ditengah badai krisis ekonomi, kedua, selalu memiliki kelemahan yang dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari UMKM, misalnya lemah dari sisi manajemen usaha, lemah dari sisi teknologi, lemah dari sisi pemasaran, lemah dari sisi manajemen keuangan, akses permodalan, SDM, dan berbagai kelemahan lainnya. Mungkin harus dibuatkan istilah bagi UMKM yakni si lemah yang tahan banting !. Hal tersebut mungkin saja terjadi akibat proses kelahiran UMKM yang prematur, banyak yang belum siap untuk menjadi UMKM yang sehat, dan badai itu sendirilah yang memaksa kelahiran-kelahiran UMKM yang prematur. Kesempatan kerja formal yang menyempit, struktur perusahaan yang semakin ramping sehingga harus mem PHK karyawannya, masih banyaknya pengangguran, dll. Peluang yang terbuka adalah kerja non formal menjadi UMKM, namun seringkali mereka juga belum siap karena tak terbiasa dalam bidang ini, kurang pengalaman, serta pendidikan mereka umumnya bukan ditujukan untuk menjadi UMKM. Dengan kata lain, untuk menjadi UMKMpun diperlukan beberapa hal, seperti memiliki jiwa kewirausahaan yang dapat tumbuh melalui kebiasaan-kebiasaan atau pendidikan kejuruan, atau lingkungan usaha disekitarnya.

UMKM sendiripun menyadari berbagai kelemahan yang dimilikinya, namun mereka tidak tahu dimana tempat yang tepat untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam berusaha. Perhatian dari berbagai pihak seperti dari pemerintah memang cukup besar, namun bisa dikatakan tidak semua UMKM berkesempatan mendapatkannya, terutama dari segi anggaran yang terbatas, tidak setiap saat ada program pelatihan. Diperlukan sebuah Inkubator bisnis mandiri yang dapat diakses oleh UMKM sepanjang tahun, dan sedapat mungkin juga dibiayai oleh UMKM itu sendiri. Dengan kata lain UMKMpun memerlukan sekolah bisnis sendiri.

Inkubator bisnis adalah sebuah tempat, dimana UMKM dapat mempersiapkan dirinya dengan berbagai bekal pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung usahanya. Dalam inkubator ini seorang wirausaha dapat melihat daya dukung apa yang ia perlukan, apakah permodalan, motivasi usaha, manajemen produksi, manajemen organisasi, manajemen pemasaran, informasi pasar, manajemen keuangan, teknologi produksi, teknologi kemasan, peluang-peluang pasar, jaringan pemasaran, promosi dan publikasi usaha, dan lain-lain. Wirausaha dapat memilih bidang apa yang diperlukannya untuk menyehatkan perusahaannya, atau ia dapat mengikuti keseluruhan program inkubator secara lengkap.
Tujuan yang ingin dicapai melalui inkubator bisnis adalah munculnya UMKM / wirausaha yang sehat, bebas dari berbagai kelemahan yang selama ini melekat pada citra UMKM, minimal mereka tahu bagaimana cara menemukan solusi bagi permasalahan mereka.

Jika melihat dari berbagai lembaga pendidikan yang ada, yang cukup tepat untuk membangun inkubator bisnis adalah yang bersifat kejuruan. Hal ini dimungkinkan karena pada lembaga pendidikan jenis ini cukup tersedia alat praktek ( padat alat dan padat tenaga ahli/guru teknis ). Yang perlu ditambahkan adalah mata ajaran dan pelatihan kewirausahaan ( jika belum ada disitu ). Saat inipun pemerintah telah mengharuskan diajarkannya mata ajaran kewirausahaan diperguruan tinggi, sehingga lulusannya juga memiliki pengetahuan yang cukup untuk berwirausaha mandiri, dapat membuka lapangan kerja untuk dirinya sendiri dan orang lain. Jika sudah ada mata pelajaran kewirausahaan, maka yang perlu ditambahkan adalah pelajaran ekstra kurikuler mendirikan usaha benaran namun tingkat pemula bagi setiap murid kelas dua misalnya. Usaha ini dipilih sendiri kemudian dikelola sendiri dengan bimbingan langsung dari guru ataupun konsultan khusus. Dengan cara ini siswa telah diperkenalkan dengan dunia usaha yang nyata, mengenal cara mengelola usaha dengan manajemen sederhana, mengenal pasar dan teknik pemasaran serta promosi, pengendalian keuangan dan lain-lain. Pengalaman ini akan menjadi bekal bagi mereka untuk kelak selesai kuliah menciptakan lapangan kerja mandiri bagi mereka dan orang disekitarnya. Pengalaman ini juga dapat menjadi dasar bagi mereka untuk memilih fakultas di universitas yang cocok dengan bidang usaha yang kelak mereka bangun kembali.

Shoutbox

Name :
Web URL :
Message :