Saat ini ada lebih banyak sarjana pencari kerja dibanding sarjana pencipta kerja. Padahal lapangan kerja formil semakin menyempit dan lapangan kerja mandiri justru semakin terbuka. Akan lebih baik jika sarjana juga punya kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja baik untuk dirinya maupun orang lain.
Saya ingin berbagi pendapat dengan mengambil contoh perumpamaan sederhana,
Berapa banyak sarjana pertanian di wisuda dalam satu tahun di satu provinsi ?
Kira-kira, adakah seribu orang jumlahnya dalam satu tahun ?
Jika ada seribu orang, maka dalam 10 tahun terakhir ada sekitar 10 ribu orang sarjana pertanian !
Logikanya adalah pertanian akan maju karena ada 10 ribu orang pintar tentang pertanian !
Apakah pertanian setempat sudah maju dengan adanya 10 ribu orang sarjana pertanian tersebut ?
Kemungkinan besar belum karena banyak petani masih miskin dan jarang sekali ada sarjana yang profesinya sebagai petani, kecuali terpaksa (mungkin).
Mengapa begitu ?
Karena sebagian besar lulusan sarjana hanya ingin menjadi pegawai negeri/karyawan swasta, bukan menjadi pelaku usaha tani ! Sebagian memang menjadi PNS/karyawan swasta, sebagian lagi bekerja diluar bidang kelimuannya, dan sebagian lagi masih menganggur.
Bagaimana sebaiknya ?
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah mempersiapkan calon sarjana pertanian tersebut dengan kemampuan menciptakan lapangan kerja mandiri di bidang pertanian.
Caranya ?
Dengan melatih dan membimbing mahasiswa membangun usaha semasa kuliah.
Biasanya berapa lama seorang mahasiswa kuliah hingga menjadi sarjana pertanian ?
Mungkin rata-rata 4 hingga 5 tahun.
Kita bisa tarik mundur 2 tahun sebelum kelulusan, jadi sekitar tahun ke 3 atau ke 4. Pada awal tahun ketiga program ini sudah bisa dimulai.
Alurnya bagaimana ?
Pertama mahasiswa diperkenalkan terlebih dahulu dengan dunia wirausaha, dibuka wawasannya tentang dunia nyata diluar sana yang hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja. Diberikan motivasi dengan gambaran keunggulan seorang wirausaha dibanding dengan seorang bawahan/karyawan.
Tahap kedua memperkenalkan berbagai peluang usaha dalam bidang pertanian, tiap orang dapat memilih salah satu bisnis yang terkait dengan pertanian, apakah itu komoditi tanaman pangan, tanaman hortikultur, tanaman semusim, palawija, pupuk organik, teknologi tepat guna pertanian, hama penyakit, budidaya, olahan hasil, pemasaran, dan lain-lain. Tahap ketiga adalah pelaksanaan usaha, bimbingan dan evaluasi setiap semester.
Siapa yang harus memperkenalkannya? Siapa yang harus memotivasi dan membimbingnya?
Khan ada mata kuliah wirausaha di kampus? kan ada dosennya?, pengajarnya yang harus memperkenalkan dan memotivasinya serta membimbingnya. Kalaupun tidak ada, bisa dibantu oleh konsultan bisnis yang ada di daerah setempat.
Anggap sebagai contoh seorang mahasiswa pertanian memilih komoditi tomat sebagai pilihan bisnisnya. Buah tomat dapat menjadi bisnis dalam bentuk misalnya sambal tomat , bibit tomat, kebun tomat atau lainnya. Semua hal tentang tomat memerlukan ilmu pengetahuan yang didapatnya dibangku kuliah seperti ilmu tanah, fisiologi tanaman, biologi, dan mata kuliah lainnya, jadi usahanya akan sejalan dengan mata kuliahnya. Bisnis tomat memerlukan bahan baku, padahal sang mahasiswa tidak punya lahan kebun, ia bisa bekerjasama dengan petani tomat. Petani akan berperan sebagai mitra penyedia bahan baku, dan ilmu sang mahasiswa dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas buah tomat dikebunnya.
Dalam dua tahun berjalan, bisnis tomat dapat dikembangkan dengan membenahi manajemen usaha, manajemen produksi, manajemen keuangan, dan manajemen pemasaran. Pada tahun kedua yaitu tahun ke 3 atau ke 4 kuliah, usaha ini sudah bisa mengurus legalitas usaha, katakan saja mendirikan badan usaha CV. Tomato Jaya, akte notaris pendirian perusahaan dibuat dan sang mahasiwa tadi dikukuhkan sebagai Direktur. Jadi sebelum lulus kuliahpun ia sudah bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Kalaupun terjadi hambatan sehingga usahanya harus jatuh bangun, toh masih dalam masa kuliah, jadi sebagian besar keperluan kuliahnya masih ditanggung orangtua. Masa dua tahun akan memberikan pengalaman yang cukup baik bagi dirinya untuk mengenali usaha dan hambatannya.
Hal-hal penting yang dialami dalam menjalankan usaha tomat sambil kuliah ini dapat saja menjadi bahan skripsi sang mahasiswa, misalnya tentang perbaikan kualitas bibit, pemupukan, kesuburan tanah, teknik perbanyakan, teknik budidaya, teknik pengolahan hasil panen, teknologi tepat guna, sosial ekonomi pertanian dengan komoditi tomat, atau bahkan bisnisnya sendiri mungkin saja dapat menjadi bahan skripsi. Jika lulus menjadi sarjana maka banyak keuntungan yang didapatnya.
Pertama, ia menjadi seorang sarjana penuh,
Kedua, ia sudah punya perusahaan sendiri,
Ketiga, ia adalah seorang Boss karena punya jabatan bergengsi sebagai direktur dan pendiri perusahaan,
Keempat, ia tidak mengalami masa menganggur sebelum bekerja,
Kelima, pendapatannya bisa jadi jauh lebih tinggi dibandingkan bila ia menjadi karyawan saja,
Keenam, ia punya mitra petani tanpa harus memiliki lahan sendiri, petani juga terbantu,
Ketujuh, ia adalah salah seorang yang ikut memajukan pertanian tomat pada khususnya, dengan pengetahuannya selama kuliah,
Kedelapan, ia sudah punya pengalaman dua tahun mengelola usaha, jadi jika ia memerlukan pinjaman dana usaha dari lembaga keuangan, maka syarat dua tahun pengalaman mengelola usaha sudah terpenuhi.
Kesembilan, perusahaannya menyerap banyak tenaga kerja seiring dengan pengembangan usaha.
Coba bayangkan jika semua mahasiswa pertanian yang ada mengambil cara ini, maka setiap tahunnya akan ada seribu perusahaan baru yang menyerap tenaga kerja, ada seribu direktur baru, ada seribu petani terbantu, ada seribu usaha pertanian yang maju. Universitas tidak hanya mencetak sarjana-sarjana baru tapi juga mencetak pengusaha-pengusaha baru berkualitas sarjana.
Contoh diatas bisa digunakan untuk mahasiswa di fakultas lainnya dengan berbagai penyesuaian.
Pontianak, 18 Agustus 2010
Hatta SM (Konsultan UMKM)
Email : hatta_sm@yahoo.com
Blog : www.about-hatta.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar